Lompat ke konten

BANTEN – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan tembok penahan tanah (TPT) bronjong di Tempat Pengelolaan Sampah Akhir (TPSA) Bagendung, Cilegon, senilai Rp 1,4 miliar. Tersangka utama dalam kasus ini adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) berinisial GG, yang juga merupakan mantan Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (Sekdis LH) Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon.

“Dalam perkara ini, penyidik menetapkan dua tersangka, yaitu GG selaku PPK dan mantan sekretaris dinas, serta MF dari pihak swasta,” ungkap Dirreskrimsus Polda Banten, Kombes Yudhis Wibisana, Jumat (8/11/2024).

Proyek Diatur agar Menguntungkan Pihak Tertentu

Kombes Yudhis menjelaskan bahwa tersangka MF adalah perwakilan dari CV Arif Indah Permata, perusahaan yang mendapatkan proyek pembangunan TPT bronjong tersebut. Kasus ini pertama kali dilaporkan ke Polda Banten pada Juli 2024, dan penyelidikan mengungkap adanya pertemuan antara GG dan MF pada 2023, yang difasilitasi oleh seseorang berinisial AF.

Dalam pertemuan itu, kedua tersangka sepakat bahwa CV Arif akan mendapatkan proyek tersebut dengan syarat memberikan fee sebesar 15 persen dari total nilai proyek kepada GG. “Total uang yang diberikan mencapai Rp 400 juta, yang dibayarkan secara bertahap, baik tunai maupun melalui transfer,” ujar Yudhis.

Manipulasi Proses Pengadaan

Lebih lanjut, Yudhis mengungkapkan bahwa tersangka GG melakukan manipulasi dalam perencanaan pengadaan. Ia mengubah metode pengadaan proyek dari yang semula direncanakan melalui lelang menjadi e-katalog. Perubahan ini dilakukan tanpa sepengetahuan pengguna anggaran, sehingga proses penunjukan langsung ke CV Arif menjadi lebih mudah.

“Perubahan itu dilakukan GG agar CV Arif bisa memenangkan proyek dengan cara yang lebih sederhana, yaitu tinggal klik tanpa melalui proses lelang,” jelasnya.

Tersangka Ditahan dan Diancam Hukuman Berat

Kini, kedua tersangka, GG dan MF, telah ditahan di Polda Banten, dan berkas perkara mereka sudah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Keduanya dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman bagi kedua pelaku cukup berat, mengingat tindak pidana yang mereka lakukan berhubungan langsung dengan penyalahgunaan wewenang dalam proyek pemerintah.

Kasus ini menjadi perhatian serius aparat penegak hukum yang terus berupaya memberantas tindak pidana korupsi, terutama dalam pengelolaan anggaran negara yang semestinya digunakan untuk kepentingan publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *